Friday, December 22, 2006
Sapi dan Pembunuh
Kita jadi ingat kaum Bani Israil, umat Nabi Musa yang suka membangkang. Ketika kaum Musa itu ditinggal pergi ke Gunung Tursina,mereka kembali murtad dan menyembah sapi. Lalu terjadilah sebuah peristiwa pembunuhan. Si pembunuh malah melaporkan pembunuhan itu ke publik, bahwa ada pembunuhan entah siapa yang melakukannya. Keadaan jadi anarkis, tak ditemukan siapa pembunuhnya. Dengan wahyu Tuhan, Musa menyuruh penyembilihan sapi sebagai kata putus untuk menemukan pembunuhnya. Langkah itu selain sebagai ikhtiar mengakhiri perselisihan akibat pembunuhan, sekaligus sebagai simbol mendelegitimasi kemusyrikan kaum Bani Israil yang menyembah sapi.
Tapi apa lacur? Kaum Bani Israil memang dikenal suka membangkang. Mereka bertanya kepada Musa alaihissalam. Mula-mula menolak untuk menyembelih sapi, karena takut jadi ejekan. Setelah diyakinkan Musa, akhirnya mau tapi masih bertanya pula. Tanyakan kepada Tuhan, sapi betina atau jantan? Sapi betina. Tua apa masih muda? Tidak tua juga tidak muda. Apa warnanya? Sapi kuning tua, yang menyenangkan setiap orang yang memandangnya. Kaum Musa itu masih juga bertanya, sapi seperti apa lagi? Sapi betina yang dikehendaki itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, yang belum pernah dipakai membajak tanah atau mengairi tanaman, tidak cacat, juga tidak ada belangnya. Nyaris saja mereka mengingkarinya, jika tidak karena kehabisan logika dan kesabaran Nabi Musa. Selalu bertanya dan mengaburkan logika agama demi menisbikan dan bahkan menolaknya.
aku merenung dan bertanya pada diri sendiri : "andai saja mereka tidak bertanya lagi tentang spesifikasi sapi itu, pastinya mereka takkan dipusingkan dalam melangkah, menunaikan perintah Nabi Musa as, hal itu terjadi dikarenakan pertanyaan mereka sendiri ?"
jika melihat kasus di atas ada dua hal yang ingin coba diuraikan :
1. Pencariannya adalah siapa pembunuh temannya
2. Sapi hanyalah sebuah ikhtiar untuk menemukan siapa pembunuh sebenarnya
Apakah ada hubungan logis antara sapi dengan si-pembunuh ? "TENTU SAJA TIDAK" hanya butuh "IMAN" atau keyakinan pada ucapan Nabi Musa as dan untuk melakukan semua itu. Ketaatan mereka pada Nabi Musa as adalah sebagai bentuk implementasi dari ketaatan pada Allah SWT.
Hal lainnya yang bisa diambil pelajaran buatku adalah ternyata untuk taat kepada Allah SWT tetap saja implementasinya taat kepada manusia (tidak langsung kepada Allah SWT), dalam penggalan cerita di atas adalah taat kepada Nabi Musa as sebagai pemimpin dan juga penerus Risalah Kerasulan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment