Pages

Ads 468x60px

Friday, December 22, 2006

Sapi dan Pembunuh



Kita jadi ingat kaum Bani Israil, umat Nabi Musa yang suka membangkang. Ketika kaum Musa itu ditinggal pergi ke Gunung Tursina,mereka kembali murtad dan menyembah sapi. Lalu terjadilah sebuah peristiwa pembunuhan. Si pembunuh malah melaporkan pembunuhan itu ke publik, bahwa ada pembunuhan entah siapa yang melakukannya. Keadaan jadi anarkis, tak ditemukan siapa pembunuhnya. Dengan wahyu Tuhan, Musa menyuruh penyembilihan sapi sebagai kata putus untuk menemukan pembunuhnya. Langkah itu selain sebagai ikhtiar mengakhiri perselisihan akibat pembunuhan, sekaligus sebagai simbol mendelegitimasi kemusyrikan kaum Bani Israil yang menyembah sapi.

Tapi apa lacur? Kaum Bani Israil memang dikenal suka membangkang. Mereka bertanya kepada Musa alaihissalam. Mula-mula menolak untuk menyembelih sapi, karena takut jadi ejekan. Setelah diyakinkan Musa, akhirnya mau tapi masih bertanya pula. Tanyakan kepada Tuhan, sapi betina atau jantan? Sapi betina. Tua apa masih muda? Tidak tua juga tidak muda. Apa warnanya? Sapi kuning tua, yang menyenangkan setiap orang yang memandangnya. Kaum Musa itu masih juga bertanya, sapi seperti apa lagi? Sapi betina yang dikehendaki itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, yang belum pernah dipakai membajak tanah atau mengairi tanaman, tidak cacat, juga tidak ada belangnya. Nyaris saja mereka mengingkarinya, jika tidak karena kehabisan logika dan kesabaran Nabi Musa. Selalu bertanya dan mengaburkan logika agama demi menisbikan dan bahkan menolaknya.


aku merenung dan bertanya pada diri sendiri : "andai saja mereka tidak bertanya lagi tentang spesifikasi sapi itu, pastinya mereka takkan dipusingkan dalam melangkah, menunaikan perintah Nabi Musa as, hal itu terjadi dikarenakan pertanyaan mereka sendiri ?"

jika melihat kasus di atas ada dua hal yang ingin coba diuraikan :
1. Pencariannya adalah siapa pembunuh temannya
2. Sapi hanyalah sebuah ikhtiar untuk menemukan siapa pembunuh sebenarnya

Apakah ada hubungan logis antara sapi dengan si-pembunuh ? "TENTU SAJA TIDAK" hanya butuh "IMAN" atau keyakinan pada ucapan Nabi Musa as dan untuk melakukan semua itu. Ketaatan mereka pada Nabi Musa as adalah sebagai bentuk implementasi dari ketaatan pada Allah SWT.

Hal lainnya yang bisa diambil pelajaran buatku adalah ternyata untuk taat kepada Allah SWT tetap saja implementasinya taat kepada manusia (tidak langsung kepada Allah SWT), dalam penggalan cerita di atas adalah taat kepada Nabi Musa as sebagai pemimpin dan juga penerus Risalah Kerasulan.

Mazhab Bani Israil


Maaf, Anda ingin telanjang di muka umum? Telanjanglah sebebas-bebasnya, tak perlu sungkan. Telanjang itu katanya simbol kejujuran. Ketika kemunafikan merajalela,ketelanjangan merupakan pilihan. Simbol perlawanan terhadap berbagai topeng. Jadilah ketelanjangan sebagai benar, bahkan perlu dipertunjukan di ruang publik. Telanjang bukan lagi keseronokan, apalagi melanggar moral. Ketelanjangan bukan lagi sebuah kebugilan fisik, yang mengoyak nilai-nilai luhur kehidupan. Ketelanjangan itu sebuah estetika yang filosofis.

Demikian logika kaum seniman dan pendukung ekspresi bebas-nilai beragumentasi soal telanjang tubuh di muka publik. Ketika karya seni digital menampilkan foto dua artis ternama dalam keadaan telanjang, yang menuai kritik dan aduan masyarakat yang tak setuju, para pendukung seni telanjang membela mati-matian. Foto telanjang itu sama sekali bukan pornografi atau pornoaksi, tetapi sebuah keindahan yang melambangkan kejujuran. Jadi bukan sesuatu yang porno, baik pornografi maupun pornoaksi.

Soal porno? Tergantung pada orangnya, demikian dalih mereka. Bagi orang berpikiran ngeres, katanya, foto telanjang itu jadi porno. Bagi penikmat seni dan mereka yang tidak ngeres, foto atau apa pun karya seni yang ditampilkan itu menjadi indah. Itu namanya estetika, bukan kepornoan. Bukan keseronokan. Lagian, kaum agamawan, juga orang awam,mereka tak paham seni. Wong mereka biasa ngaji kitab kuning, mana tahu cita rasa seni, kecuali seniman yang kiai atau kiai yang seniman. Seni itu berbeda dari agama dan moral. Seni itu seni, bukan yang lain. Bagaimana Undang-undang atau agama mau membatasi karya seni yang memiliki norma sendiri, yang berbeda dari norma hukum dan agama? Begitulah argumen kaum seniman bebas-nilai.

Maka, ketika RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi digulirkan di DPR, para seniman dan mereka yang mendukung seni bebas-nilai itu betul-betul menolaknya. Mula-mula mereka menolaknya karena batasan pornografi dan pornoaksi tidak jelas. Ada juga yang menerima, tetapi hanya untuk membatasi atau memberantas tabloid, majalah, surat kabar, dan VCD porno yang seronok dan kini tengah dirazia polisi di berbagai tempat. Apalagi kalau VCD atau karya seronok itu hasil bajakan, para seniman itu setuju sekali dengan razia polisi, maklum karya-karya mereka banyak dibajak. Kalau menyentuh keuntungan bagi kepentingannya memang gampang sekali setuju, tapi kalau merugikan menolak dengan keras.

Ketika konsep porno dijelaskan, mereka bergeser lagi ke sisi lain.Baiklah, pornografi jelas batasannya, tetapi pornoaksi bagaimana? Bagaimana para penari seni tradisional seperti tari Bali, penduduk asli di pedalaman Papua, apa mau dikategorikan pornoaksi? Ketika dijelaskan, bahwa hal-hal seperti itu dimasukkan dalam konteks budaya daerah yang memiliki wilayah aturan sendiri, para seniman sekuler-liberal itu bergeser lagi. Taruhlah batasan pornografi dan pornoaksi itu diperjelas, tetapi apa harus ada Undang-Undang? Seni dan ekspresinya tidak bisa dibatasi oleh apa pun.

Pendukung seni bebas-nilai bahkan kian bertambah. Sejumlah pihak menolak RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan logika hubungan rakyat dan negara. Janganlah negara mengatur moral masyarakat, kata mereka. Biarlah moral itu jadi milik kehidupan orang perorang, tidak perlu diatur negara.

Dengan berbagai dalih yang hebat dikatakan, di negara-negara maju seperti di Barat, negara tidak ikut campur dalam urusan moral maupun agama. Moral dan agama jangan masuk urusan negara, biarlah jadi milik pribadi manusia, warga negara. Itulah logika kaum sekuler, dengan pengalaman hubungan agama (Kristen) di Barat. Kelompok ini beberapa waktu yang silam juga menolak kehadiran Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yang memasukan pendidikan agama.

Pemisahan negara dan agama berangkat dari paradigma Barat, sebagai pilihan paling ekstrem dari trauma buruk hubungan Gereja dan negara di abad pertengahan. Peradaban modern Barat yang menjadi rujukan modernitas di seluruh negeri sekaligus mematok pemisahan agama dan negara. Pola ini dianggap berlaku ideal dan universal untuk seluruh dunia, tanpa kecuali. Jika ada negara dan komunitas agama yang ingin melembagakan agama atau mempertautkannya ke dalam negara, dianggap buruk bagi bangunan peradaban modern. Tidak mengikuti standar kebudayaan Barat yang maju, modern, dan berperadaban tinggi, sebagai kiblat kejayaan. Tapi ironisnya, ketika negara dalam beberapa hal menguntungkan, kaum sekularis netral agama dan penganut pemisahan agama dan negara itu, tidak malu-malu juga meminta campur tangan negara untuk kepentingan menyalurkan aspirasinya. RUU Anti Pornografi dan pornoaksi ditolak karena tidak jelas batasannya. Setelah dibikin jelas, ditolak pula dengan alasan negara tidak boleh campur tangan mengurus atau mengatur moral masyarakat. Ditolak pula karena seni memiliki nalar dan kebebasan sendiri, yang tidak bisa dijerat oleh hukum negara.

Kita jadi ingat kaum Bani Israil, umat Nabi Musa yang suka membangkang. Ketika kaum Musa itu ditinggal pergi ke Gunung Tursina,mereka kembali murtad dan menyembah sapi. Lalu terjadilah sebuah peristiwa pembunuhan. Si pembunuh malah melaporkan pembunuhan itu ke publik, bahwa ada pembunuhan entah siapa yang melakukannya. Keadaan jadi anarkis, tak ditemukan siapa pembunuhnya. Dengan wahyu Tuhan, Musa menyuruh penyembilihan sapi sebagai kata putus untuk menemukan pembunuhnya. Langkah itu selain sebagai ikhtiar mengakhiri perselisihan akibat pembunuhan, sekaligus sebagai simbol mendelegitimasi kemusyrikan kaum Bani Israil yang menyembah sapi.

Tapi apa lacur? Kaum Bani Israil memang dikenal suka membangkang. Mereka bertanya kepada Musa alaihissalam. Mula-mula menolak untuk menyembelih sapi, karena takut jadi ejekan. Setelah diyakinkan Musa, akhirnya mau tapi masih bertanya pula. Tanyakan kepada Tuhan, sapi betina atau jantan? Sapi betina. Tua apa masih muda? Tidak tua juga tidak muda. Apa warnanya? Sapi kuning tua, yang menyenangkan setiap orang yang memandangnya. Kaum Musa itu masih juga bertanya, sapi seperti apa lagi? Sapi betina yang dikehendaki itu ialah sapi betina berwarna kuning tua, yang belum pernah dipakai membajak tanah atau mengairi tanaman, tidak cacat, juga tidak ada belangnya. Nyaris saja mereka mengingkarinya, jika tidak karena kehabisan logika dan kesabaran Nabi Musa. Selalu bertanya dan mengaburkan logika agama demi menisbikan dan bahkan menolaknya.

Kita berharap mazhab Bani Israil tidak semakin meluas di negeri ini. Lebih-lebih yang berkaitan dengan membangun moral masyarakat dan tegaknya nilai-nilai luhur agama dalam kehidupan publik. Jika ditarik ke sana ke mari, apa pun bisa direlatifkan, bahkan agama dan Tuhan sekalipun. Sudah terlalu jauh moralitas di negeri ini kehilangan daya rekatnya dalam kehidupan individu maupun kolektif. Sudah terlalu meluas dan menyolok mata pula berbagai bentuk keseronokan dan demoralisasi hadir di ruang publik kita tanpa rasa sungkan. Kasihan sekali masa depan generasi anak-anak bangsa di negeri ini. Mereka jadi sasaran empuk dan konsumen murahan dari berbagai produk keseronokan yang merusak moral dan potensi diri anak negeri. Di tengah bahana demoralisasi dan keseronokan yang liar seperti itu, ternyata para seniman dan penganut paham sekuler agama, tidak banyak berbuat selain asyik-maksyuk dengan dunianya sendiri secara ananiyah.

Biarlah setiap pilar bergerak untuk memulai membangun karakter bangsa, juga melalui penegakan moral agama maupun konstitusi negara dan hukum. Memang hukum saja tidak cukup. Politik saja tidak cukup. Pendidikan formal saja tidak memadai. Negara pun tidak cukup. Bahkan, jika dinisbikan, upaya setiap agama dan kelompok-kelompok agama pun tidak cukup untuk membangun moral dan mencegah kerusakan. Tapi jika tidak dimulai, mau dari mana dan kapan lagi?

Jika semua hal dinisbikan, jangankan sebuah Undang-Undang, bahkan agama dan Tuhan pun bisa dianggap nihil. Lalu yang muncul ke permukaan ialah imperium baru yang bernama kebebasan, seni, dan demokrasi yang mendewakan dirinya sendiri dan tak boleh tersentuh apapun. Mazhab Bani Israil dengan logika relativisme, anarkisme, dan nihilisme lantas hadir kembali di alam modern laksana sebuah kekaisaran baru yang penuh gemerlap, sekaligus berwajah cantik.

Thanks

Haedar Nashir

Monday, December 18, 2006

kok mirip ayam ya


Di siang hari waktu aku sedang keluar ke belakang rumahku Aku melihat ayam betina dan ayam jago sedang kawin Setelah kawin ayam betina itu mencari tempat untuk bertelur Setelah mempunyai telur lebih dari lima butir, ayam betina itu lalu mengerami telurnya.Sewaktu ayam betina mengerami telurnya, si ayam jago ternyata sudah kawin lagi dengan ayam betina yang lain. Sewaktu menghidupkan televisi aku melihat acara pernikahan artis yang terkenal. Pestanya meriah, menghabiskan uang banyak. Beberapa bulan setelah itu mereka mempunyai anak. Setelah anaknya mulai sekolah TK ternyata pasangan artis itu ribut Hingga ke pengadilan. Kemudian mereka berpisah dan cerai.Tidak lama setelah itu diberitakan mereka kawin lagi dengan pasangan yang lain.

Aku pikir "kok mirip ayam ya."

Friday, December 15, 2006

Inspiration of The Day


Inspiration of The Day

saya akan sampaikan pidato Pemimpin Panglima Perang THARIQ BIN ZIYAD pada bulan Rajab tahun 97 H (Juli 711 M) di hadapan 7000 pasukannya saat menaklukan Andalusia (spanyol) dengan menyeberangi selat Andalusia yang konon menghadapi lawan berjumlah 25000 pasukan bersenjata lengkap.

Bahkan karena keberanian dan kepahlawanannya, namanya diabadikan pada sebuah semenanjung bukit karang setinggi 425 m di pantai tenggara Spanyol, Gibraltar atau Jabal Thariq.

Pidato ini diucapkan sesaat setelah Thariq memerintahkan pasukannya untuk membakar kapal-kapalnya sendiri. sehingga baginya dan pasukannya tidak ada Pilihan selain TERUS MAJU UNTUK MENANG ATAU MATI SYAHID, Tak ada kata untuk mundur dan pulang.

Berikut pidato yang menjadi kobaran semangat yang maha hebat sehingga mengantarkan suksesnya menghadapi berlipat-lipat kali ganda pasukan musuh

"Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian!"

(diambil dari berbagai sumber)

Friday, December 08, 2006

Empat Nasihat Bekal Ke Akhirat


Rosulullah SAW pernah bersabda kepada Abu Dzar AlGhifari ra :

"Wahai Abu Dzar,
1. Perbaruilah perahumu, karena lautan itu sanga dalam;
2. Carilah perbekalan yang lengkap, karena perjalan itu sangat jauh;
3. kurangilah beban, karena rintangan itu amatlah sulit untuk diatasi dan;
4. ikhlaskan dalam beramal, karena yang menilai baik dan buruk adalah Dzat Yang Maha Melihat"


perbaruliah maksudnya perbaiki niatmu dalam setiap beramal agar engkau memperoleh pahala dan selamat dari siksa Allah SWT.

Kurangilah beban maksudnya janganlah banyak-banyak engkau mengambil keduniaan.

Diserupakannya akhirat dengan lautan yang dalam, perjalanan yang jauh, dan rintangan yang amat sulit untuk diatasi, karena banyaknya kesulitan dan rintangan yang mesti dilewati untuk bisa sampai kepada kebahagiaan akhirat. [2:214]

Abu Sulaiman ad-Darani berkata : "Beruntunglah orang yang dalam hidupnya benar-benar mencapai ridha Allah SWT". Ucapan Ad-Darani ini mengacu pada sabda Nabi SAW yang ditunjukan kepada Mu'adz ra : "Ikhlaskan niat, niscaya engkau akan menerima balasan amalmu meskipun itu sedikit"

seorang penyair berkata :

Manusia wajib bertobat
namun meninggalkan dosa itu lebih wajib lagi

Sabar dalam menghadapi musibah itu sulit
namun hilangnya pahala sabar itu lebih sulit lagi

Perubahan zaman itu memang sesuatu yang aneh
namun kelalaian manusia lebih aneh lagi

Peristiwa yang akan datang terkadang terasa dekat
namun kematian itu lebih dekat lagi


Anas ra meriwayatkan bahwa :

"Pada suatu hari Rasulullah SAW keluar rumah sambil memegang tangan Abu Dzar beliau bersabda: "Wahai Abu Dzar, tahukah engkau bahwa di hadapan kita ada rintangan yang amat sulit untuk diatasi, yang tidak akan bisa melewatinya, kecuali orang yang ringan?" Lantas ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah, apakah aku termasuk orang yang ringan atau orang yang berat ?", Beliau bertanya: "Apakah engkau punya makanan untuk sehari ?" lelaki itu menjawab : "Punya !" ,Rasulullah SAW lalu bertanya : "Apakah engkau punya makanan untuk besok ?", Ia menjawab : "Punya !" Beliau bertanya lagi: "Apakah engkau punya makanan untuk lusa ?", Ia menjawab : "Tidak !", Beliau lantas bersabda : "Apabila engkau memiliki makanan buat jatah sampai tiga hari, maka engkau termasuk orang-orang yang berat"

Wednesday, December 06, 2006

PUISI TENTANG IJIN BERPOLIGAMI



PUISI SUAMI IJIN BERPOLIGAMI

Istriku,
Jika engkau bumi, akulah matahari
Aku menyinari kamu
Kamu mengharapkan aku
Ingatlah bahtera yang kita kayuh, begitu penuh riak gelombang
Aku tetap menyinari bumi, hingga kadang bumi pun silau

Lantas aku ingat satu hal
Bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi
Ada planet lain yang juga mengharap aku sinari
Jadi ...
Relakanlah aku menyinari planet lain, menebar sinarku
Menyampaikan faedah adanya aku, karna sudah kodrati
Dan Tuhan pun tak marah ...

BALASAN PUISI SANG ISTRI

Suamiku,
Bila kau memang mentari, sang surya penebar cahaya
Aku rela kau berikan sinarmu kepada segala planet
yang pernah Tuhan ciptakan
karna mereka juga seperti aku, butuh penyinaran
dan aku pun juga tak akan merasa kurang dengan pencahayaanmu

AKAN TETAPIIIIIIII ...
Bila kau hanya sejengkal lilin yang berkekuatan 5 watt,
jangan bermimpi menyinari planet lain!!!
Karena kamar kita yang kecil pun belum sanggup kau terangi
Bercerminlah pada kaca di sudut kamar kita
di tengah remang-remang pencahayaanmu yg telah aku mengerti
untuk tetap menguak mata
Coba liat siapa dirimu ... MENTARI atau lilin? PLIS DEH ...!!!

Monday, December 04, 2006

Bergerak :: Rhenald Kasali ::


"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan)." Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru Saya, "ChaNge". Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng Saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Di tengah-tengah ratusan orang yang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu. "Silahkan, siapa yang mau boleh ambil," ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.

Seperti yang Saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat Saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali ke kursinya. Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan Saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun.

Saya ulangi pesan Saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap wajah Saya, dan Saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat Saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan Saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!" Saya mengatakan, "Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya."

Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:
"Saya pikir Bapak cuma main-main ............"
"Nanti uangnya toh diambil lagi."
"Malu-maluin aja."
"Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!"
"Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ....."
"Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya...."
"Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas....."
"Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang........."
"Saya, kan duduk jauh di belakang..." dan seterusnya.

Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya orang di sana satu persatu dan
berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah. Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. "Gila aja....ini kan gara-gara saudara-saudara Saya tidak mau mengurus Saya. Saya ini tidak gila. Mereka itu semua sakit.....". Lantas, apa yang kamu maksud 'sakit'?"
"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan Saya selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari.....,"
katanya penuh semangat." Saya pun mengangguk-angguk.

Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari, Jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.

Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik. Perubahan akan gagal kalau pemimpin-pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.

Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya. Get Started. Get into the game. Get into the playing field, Now. Just do it!. Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan cuma membuat peraturan saja. Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju. Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan losers adalah
"Winners take action... they simply get up and do what has to be done...".
Selamat bergerak!
 

Sample text

Sample Text

Sample Text