Friday, April 20, 2007
Ayah! kenapa engkau tidak pergi berjihad?
Seorang anak perempuan yang masih kecil berumur sekitar tujuh tahun datang kepada ayahnya, dia menanyakan suatu pertanyaan: "Wahai ayah kenapa engkau tidak pergi berjihad?" Ayah anak perempuan kecil ini terheran dengan pertanyaan itu, dan ia ingin mengujinya, maka dia bertanya: "Nak! Jika aku pergi untuk berjihad, bisa jadi ayah nanti akan terbunuh, dan kamu nanti jadinya tidak punya bapak seperti anak-anak lainnya". Maka mujahidah kecil itu menjawab: "Jika engkau terbunuh maka itu yang utama, karena engkau akan menjadi seorang syuhada' dan masuk jannah dan kita akan masuk jannah bersama-sama".
Inilah iman yang kuat dan fitroh yang bersih serta bentuk pelaksanaan perintah Alloh SWT yang telah tertanam di dalam diri dan sikap anak perempuan kecil itu, dia itulah yang kita butuhkan hari ini di dalam mendidik anak-anak laki-laki dan perempuan kita, kita ingin mendidik mereka dengan tarbiyah iman dan jihad.
Maka kita mulai dengan menanamkan aqidah yang benar, yang tidak ada penyakit-penyakit dan tidak ada penyelewengan dari orang-orang yang bersikap toleran dan kaum munafik. Serta mengajari mereka agama yang benar sebagaimana yang telah dibawa oleh Nabi SAW dan salaf sholeh kita, kemudian kita menanamkan pada diri mereka bahwa mereka adalah bagian dari kesatuan umat Islam ini, dan bahwa mereka adalah harapan umat ini setelah Alloh di dalam menyelamatkan dan mengangkat umat dari cengkeraman cakar-cakar kehinaan dan kenistaan serta menyatakan permusuhan secara terang-terangan terhadap umat-umat kafir di muka bumi pada zaman ini. Dan diharapkan mereka dapat mengembalikan kemuliaan dan kekuatan serta puncak kejayaan umat Islam pada zaman ini.
Penting juga kita mempersiapkan mereka baik fisik maupun mental, sehingga mereka harus dilatih tentang cara memanggul senjata, berani, dan bertempur mati-matian di medan perang serta mencari kesyahidan di jalan Alloh dan bahwa semua itu adalah sebagai bentuk mendekatkan diri dan ketaatan kepada Alloh yang paling utama, yang dia beribadah kepada Alloh dengannya.
Kita ingin menghantarkan mereka hingga sampai pada tahapan dimana dia menyerap seluruh makna-makna kemuliaan dan jihad sehingga hiduplah salah satu dari mereka menjadi seorang yang mulia, mujahid, bangga dengan agamanya, pembela umatnya, bahkan dia bangga bahwa dia adalah seorang mujahid yang dapat menjadi pengganjal di leher-leher orang-orang kafir dan munafik.
Kita memohon kepada Alloh untuk memberikan kebaikan kepada anak-anak kita, dan menjadikan kita dan mereka termasuk dari para mujahid di jalan Alloh dan memberikan rizki kepada kita dan mereka dengan kesyahidan serta mengumpulkan kita di Firdausil A'la
Menolak Thaghut Adalah Kewajiban Pertama Dalam Islam
Kewajiban pertama atas setiap Muslim adalah Tauhid (beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya); dan pilar pertama Tauhid adalah Al Kufur Bit Thoghut, atau menolak Thoghut. Seseorang tidak bisa menjadi Muslim kecuali mereka menolak semua bentuk Thoghut, apakah itu berbentuk konsep, benda tertentu atau seseorang.
Thoghut telah di defenisikan oleh Shahabat dan Ulama klasik yang mengikuti jalan salaf yaitu:
"Sesuatu yang disembah, ditaati atau diikuti selain dari Allah."
Imam Malik bin Anas berkata:
"Thoghut adalah segala sesuatu yang disembah (atau ditaati) selain Allah."
Diriwayatkan dalam Al Jaami' li Ahkaam Al Qur'an oleh Imam Al Qurtubi) Syeikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
"Dan thoghut secara umum, adalah sesuatu yang disembah selain Allah, dan itu disetujui untuk disembah, diikuti atau ditaati." (Risalatun fii Ma'naa At Thoghut oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab)
Lebih lanjut, karena sebuah objek diperlakukan sebagai thoghut seharusnya disembah selain Allah, dan bagi seseorang yang menjadi thoghut dia harus setuju untuk disembah atau ditaati. Sebagai contoh towaghit adalah berhala, batu, pohon, tempat keramat, patung, kuburan atau jimat dan sebagainya yang orang-orang sembah atau mencari pertolongan darinya; keinginan, filosofi, hukum, konstitusi, selebritis, atau Nabi palsu yang orang-orang ikuti; dan penguasa, Ulama serta pembuat hukum (anggota parlemen) yang melegalkan hukum mereka sendiri dan mengadili dengan hukum dan konstitusi buatan manusia.
Seseorang bisa menghabiskan seluruh hidupnya untuk shalat atau berbicara tentang Islam, Jihad, Haji, shalat, Dakwah, Qur’an, Sunnah, Siyaam dan seterusnya, tetapi jika mereka tidak menolak thoghut dan mengingkari thoghut semua itu akan lenyap. Ini karena menolak thoghut adalah syarat pertama menjadi seorang Muslim, dan mengapa alasannya hal itu meliputi dalam bagian pertama pada Kalimah:
Laa ilaaha "tidak ada tuhan" (An Nafii – menolak thoghut dan Tuhan-tuhan palsu).
IllAllah "kecuali Allah" (Al ithbaat – penetapan keimanan)
Selanjutnya, dengan melafadzkan dan mempercayai kalimah itu seseorang benar-benar mendeklarasikan ketidakpercayaannya dan menolak tuhan-tuhan palsu dan menetapkan keimanan kemudian menerima Satu, Tuhan yang benar – Allah. Tidak mungkin bagi seseorang menjadi Muslim kecuali mereka mengkufuri semua tuhan-tuhan palsu dan agama batil.
Kunci untuk memahami Kalimah
Allah SWT berfirman:
"barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus (kalimah)." (QS Al Baqarah, 2: 256)
Memahami maksud Kalimah adalah kondisi pertama Tauhid dan sebuah kewajiban atas setiap Muslim. Allah SWT menginformasikan kepada kita dalan ayat di atas bahwa hanya seseorang yang menolak thoghut dan beriman kepada Allah yang telah memahami maksudnya, dan selanjutnya akan menerima keberhasilan di akhirat. Rasulullah SAW bersabda:
"Seseorang yang mati dan memahami (makna) laa ilaaha illallah akan masuk surga." (Shahih Muslim, Jilid 1, bab 10 Hadits no. 26)
Selanjutnya, rahasia untuk memahami Kalimah adalah dengan menolak thoghut. Karena alasan ini, sangat penting bagi kita untuk mempelajari cara menolak thoghut – itu jika kita ingin mempunyai pemahaman yang benar tentang Laa ilaaha illAllah.
1. Mendeklarasikan Thoghut Adalah Batil
Cara pertama untuk menolak Thoghut dengan meyakini bahwa semua Thoghut adalah batil dan tidak berhak untuk disembah atau ditaati. Sebagian orang mungkin tidak menyembah thoghut, tetapi mereka tidak meyakini bahwa thoghut mutlak batil. Ini adalah kekufuran. Sebagai seorang Muslim perlu meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya kebenaran dan semua agama yang lain itu batil, dan bahwa Allah adalah satu-satunya Illaah yang benar dan semua aalihah yang lain itu batil. Allah berfirman:
(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS Al Hajj, 22: 62)
2. Menjauh dari Thoghut
Allah SWT mengutus seorang Rasul kepada setiap komunitas dengan risalah yang sama: beribadah dan hanya menaati Allah, dan menjauh dari Thoghut:
"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thoghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS An Nahl, 16: 36)
Perintah untuk "ijtanibuu" (menjauhi) mempunyai implikasi yang lebih besar daripada mengatakan 'tidak menyembah (atau mendukung)'. Ini karena dalam Ushul Fiqih, sebuah perintah untuk ijtanaab (menjauhi) adalah lebih berat daripada sebuah larangan untuk tidak melakukan. Sebagai contoh Allah SWT memerintahkan kita untuk menjauhi khamr (alkohol); jika mendekati alkohol itu terlarang, memegang sebotol bir adalah lebih terlarang, apalagi meminumnya. Sama halnya, Allah telah memerintahkan kita untuk menjauh dari thoghut, terlebih lagi menjadi asisten mereka, sekutu, menteri, atau mufti atau bahkan bergabung dengan polisi, tentara atau pemerintah mereka.
Faktanya adalah kufur untuk beribadah, melayani, menaati atau mengikuti thoghut manapun, dan siapa saja yang melakukan demikian akan menjadi murtad. Menyembah thoghut (dengan menaatinya) juga salah satu karekteristik Yahudi dan Nasrani, mereka mengambil rahib-rahib dan para pendeta mereka sebagai Tuhan selain Allah dengan menaati mereka pada saat para pendeta dan juga rahib secara terang-terangan merubah dan melawan wahyu yang telah diturunkan oleh Allah SWT kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thoghut?." Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus." (QS Al Ma’idah, 5: 60)
'Umar Bin Khattab berkata:
"Thoghut adalah Syaitan."
Karena setiap thoghut adalah Syaitan, kita harus selalu ingat dalam pikiran kita bahwa adalah sebuah ke-murtad-an beribadah, menaati atau melayani thoghut.
Setiap penguasa atau Ulama yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah adalah Thoghut dan Syaitan; selanjutnya, adalah sebuah ke-murtad-an menolong mereka, bergabung dengan barisan mereka, mempertahankan mereka atau berperang untuk mereka. Sungguh, hanya kuffar dan Munafiqin yang menolong dan berperang untuk Thoghut:
"Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)." (QS An Nisaa’, 4: 73)
Jika seorang Ulama menjadi Thoghut (dengan menghalalkan apa yang Allah haramkan, sebagai contoh) kita harus menjauh darinya, tidak belajar dengannya atau hadir dalam ceramahnya. Dengan berbuat demikian seseorang benar-benar beribadah kepada Allah dengan memenuhi perintahNya dan manjauh dari thoghut.
3. Menunjukkan kebencian kepada Thoghut
Setiap orang beriman harus mendeklarasikan kepada semua towaaghit kepada musuh-musuh mereka sebagaimana mereka adalah musuh-musuh Allah. Jika seseorang tidak mendeklarasikan thoghut itu batil, tidak menjauhinyadan tidak membencinya, dia tidak menolak thoghut dan masuk Islam. Pada dasarnya, jika seseorang memahami bahwa thoghut adalah musuh mereka, mereka tidak akan pernah bersekutu dengannya atau menjadi mufti atas rezim kufurnya. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja." (QS Al Mumtahanah, 60: 4)
Para Nabi dan Saalihah tidak bertoleransi kepada Ulama yang berada dipintu-pintu penguasa tiran Muslim. Terlebih lagi tidak diperbolehkan berada pada pintu-pintu penguasa murtad yang telah bersekutu dengan salibis dan menolak Syari’ah.
4. Membenci Thoghut
Setelah seseorang mendeklarasikan thoghut itu batil, menjauhinya dan mendeklarasikan menjadi salah satu musuh, mereka seharusnya membenci thoghut. Dalam Islam, tidak ada konsep "cintailah musuhmu". Faktanya, dilarang untuk mencintai musuh kita dan itu hanyalah kebodohan kalau melakukan demikian. Ibrahim A.S. berkata kepada ummatnya, yang mengkufuri Allah dan beribadah kepada thoghut:
"...kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja...." (QS Al Mumtahanah, 60: 4)
Tidak diperbolehkan untuk menunjukkan kecintaan atau persahabatan kepada thoghut (Syaitan), atau kepada tentara-tentaranya, penolongnya, sponsor, asisten, pendukung, mufti, menteri, pengikut, dan sebagainya. Sebaliknya, seseorang harus beribadah kepada Allah dan membenci mereka.
5. Mendeklarasikan Thoghut Adalah Kafir (Takfir)
Kewajiban selanjutnya dalam menolak thoghut adalah seseorang harus melakukan takfir kepada thoghut (Syaitan). Tidaklah mungkin bagi thoghut (syaitan) bersama-sama dengan seorang Muslim karena thoghut adalah sesuatu yang disembah atau ditaati selain Allah; atau karena thoghut adalah Tuhan palsu.
"...barangsiapa yang ingkar kepada Thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus." (QS Al Baqarah, 2: 256)
Seseorang yang tidak melakukan Takfir dengan mendeklarasikan Syaitan (thoghut) menjadi kafir adalah kafir. Ini karena Allah SWT telah mendeklarasikan Syaitan menjadi Kafir dalam Qur’an. Selanjutnya, Allah SWT telah juga mendeklarasikan seseorang yang menyembah thoghut (dengan memutuskan perkara kepadanya) menjadi Kafir juga:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS An Nisaa’, 4: 60)
Saat ini, sedang terjadi sebuah usaha yang gencar dilakukan untuk mengajak setiap orang beriman menjadi murtad dan selanjutnya menjadi kafir, dengan menggoda mereka menjadi dekat dengan thoghut dan tidak menjauh darinya. Dengan demikian, penting bagi kita untuk bertahan di bawah Tauhid dan bagaimana cara menolak thoghut; karena menolak thoghut (pemenuhan pilar pertama Tauhid) adalah kunci memahami Kalimah Syahadah, untuk selamat dari neraka dan memasuki surga. Insya Allah.
Wednesday, January 31, 2007
Itu Menyedihkan! Itu Menyenangkan! Itulah Hidup
Materi oleh: Chuck Gallozzi
Berikut ini adalah sebuah cerita yang mengandung kebijaksanaan di dalamnya.
MENYEDIHKAN, ITULAH HIDUP
Suatu ketika, seorang petani miskin terbingung-bingung menerima kenyataan karena kudanya telah mati semalam. "Menyedihkan sekali," tetangganya berkata. "Bagaimana kamu akan mengolah tanah yang keras ini tanpa kudamu?" tanya tetangganya. "Itulah hidup," sahut petani kepada tetangganya.
MENYENANGKAN, ITULAH HIDUP
Kemudian, seorang juragan yang kaya raya dari desa lain mendengar kabar tentang kuda itu. Juragan itu pun jatuh kasihan dan menghadiahi si petani dengan seekor kuda yang baru. "Menyenangkan sekali!" kata tetangganya tadi. Sekali lagi, si petani hanya berkata, "itulah hidup."
MENYEDIHKAN, ITULAH HIDUP
Suatu malam dua bulan kemudian, karena ketakutan saat terjadi hujan badai yang disertai petir dan angin kencang, kuda itu melompati pagar dan melarikan diri ke gunung. Sekali lagi, si petani harus kehilangan kudanya. Tetangganya mengomentari lagi, "Menyedihkan sekali, sekarang bagaimana?" Petani itu berkata pendek, "itulah hidup."
MENYENANGKAN, ITULAH HIDUP
Kurang dari tiga bulan kemudian, dengan mengejutkan orang sedesa, kuda itu kembali lagi ke kandang si petani. Hanya saja, kuda itu tidak kembali sendirian, melainkan datang bersama dengan seekor kuda lain yang terlihat begitu gagah. Sekarang petani itu punya dua kuda!
Kini, si petani dapat memanfaatkan satu kuda dan anaknya memanfaatkan kuda yang lain. Keluarga petani itu bisa panen dengan hasil dua kali lipat lebih banyak dari pada panen sebelumnya. Tetangga petani itu benar-benar tercengang dengan keberuntungannya. "Menyenangkan sekali!" komentarnya seperti biasa. Dan lagi-lagi: "Itulah hidup."
MENYEDIHKAN, ITULAH HIDUP
Musim dingin segera tiba. Para petani tak lagi bisa mengolah tanah yang dingin dan membeku.
Anak petani berpikir, itu adalah saat yang tepat untuk menunggangi kudanya berkeliling desa. Anak petani itu pun menaiki kudanya. Tapi sayangnya, ia tak cukup kuat dan pandai menunggangi kuda yang gagah dan perkasa. Ia terlempar jatuh, terluka, dan mengalami patah di kakinya. Tetangga petani itu berkomentar, "menyedihkan sekali!". "Sekarang anakmu cacat", tambahnya lagi. Petani itu menjawab, "itulah hidup."
MENYENANGKAN, ITULAH HIDUP
Saat musim semi tiba, datanglah seorang perwira militer ke desa itu. Dia mengambil semua pemuda yang sehat raganya, untuk ikut berperang di provinsi tetangga. Akibatnya, hampir semua pemuda dari desa itu tewas dalam peperangan.
Tetangga petani itu berujar lagi, "alangkah beruntungnya anakmu yang cacat itu. Ia tetap selamat bersamamu." Petani itu berterimakasih kepada tetangganya, kemudian ia berkata "itulah hidup."
TERIMALAH HIDUP "APA ADANYA", BUKAN "ADA APANYA"
Cerita di atas terus diceritakan dari generasi ke generasi. Mengapa? Karena cerita itu adalah mikrokosmos dari kehidupan. Hanya dengan beberapa paragraf, adalah sangat mungkin bagi kita untuk menarik pelajaran penting dari prinsip kehidupan.
Sesuatu yang baik bisa muncul dari sesuatu yang buruk. Tak usahlah Anda terlalu sedih, jika Anda tak tahu akan bagaimana akhir dari semua yang Anda alami. Begitu pula, sesuatu yang buruk bisa muncul dari sesuatu yang baik. Janganlah Anda terlalu senang dengan gelimang segala senang yang Anda rasakan saat ini.
Prinsip terpenting dari moralitas cerita di atas adalah, kita tidak akan pernah tahu kapankah keadaan kita akan baik atau buruk. Hanya waktu yang akan mengatakannya. Jadi, bagaimanakah kita harus memperlakukan hidup ini? Dengan tangan terbuka. Terimalah berbagai hal sebagaimana adanya. Terimalah semua hal "apa adanya", bukan "ada apanya".
Satu cara untuk mengekspresikan prinsip di atas, adalah begini:
"Pada akhirnya, segala sesuatu akan menjadi baik. Jika sesuatu tidak baik sekarang, maka itu bukan akhir segalanya."
Banyak dari kita, buta akan kehidupan. Obat kebutaan itu bukanlah 'sight' akan tetapi 'insight'. Lihatlah ke dalam. Untuk itu, tidak diperlukan mata, melainkan mata hati. Semuanya hanya perlu dimengerti. Semuanya hanya perlu dimengerti dengan prinsip-prinsip kehidupan.
APA YANG TERLIHAT TIDAK SEPERTI YANG TERLIHAT
Misalnya, "apa-apa tidak seperti penampakannya." Sesuatu yang terlihat baik, mungkin sebenarnya buruk. Begitu pula sebaliknya, apa yang terlihat buruk bisa jadi baik.
Perspektif, persepsi, sudut pandang, atau sikap kita, tidak semestinya di dasarkan pada data dari panca indera. Tidak semestinya juga didasarkan pada penampilan atau penampakan. Semestinyalah, cara kita melihat hidup didasarkan pada cahaya ilmu, pengetahuan dan pemahaman.
Pertimbangkan ini: menghakimi orang lain adalah seperti mengemudi kendaraan. Kita marah karena lampu mobil mereka menyilaukan mata kita, padahal lampu mobil kita sendiri mungkin lebih menyilaukan mata mereka.
Jika kita mau menerapkan pemahaman ini, maka kita akan berhenti merasa diserang oleh berbagai tampilan. Kita tidak melihatnya dengan mata, tapi dengan mata hati kita.
Ketahuilah, bahwa kebahagiaan tidak datang dari posisi tertentu, melainkan dari disposisi tertentu. Kebahagiaan bukan soal altitude melainkan attitude. Bukan tentang ketinggian posisi, melainkan keluhuran budi. Hanya itulah yang membedakan kebahagiaan dari kesedihan dan duka lara, kesehatan dari sakit, dan kesuksesan dari kegagalan.
MENYENANGKAN DAN MENYEDIHKAN, ITULAH HIDUP
Pertimbangkanlah poin-poin berikut ini:
Mawas dirilah tentang persepsi Anda akan kehidupan. Apakah Anda selalu senang, berbahagia dan merasakan kenikmatan? Jika tidak, berhentilah mengeluh karena itu tidak produktif. Berupayalah untuk mengerti bahwa persepsi tidak datang dari luar melainkan dari dalam. Jika Anda tidak berbahagia, persoalannya ada pada diri Anda. Bukanlah dunia yang tidak berbahagia, melainkan Andalah yang tidak berbahagia. Itu artinya, bukan dunia yang perlu diubah melainkan Andalah yang harus berubah.
Bagaimana Anda bisa berubah? Mulailah dengan menemukan kenyataan, akan adanya seribu satu jalan untuk menginterpretasikan berbagai kejadian. Anda punya kekuatan untuk memilih satu, dari tak terbatasnya sudut pandang. Pilihlah sudut pandang yang positif dan konstruktif. Berhentilah dengan segala reaksi otomatis seperti selama ini. Belajarlah untuk berhenti dan berpikir sejenak sebelum bertindak. Lihatlah dunia dengan cahaya alasan dan penyebab, jangan hakimi ia karena penampilannya.
Sadarilah, saat Anda memilih untuk melihat dunia dengan kaca mata yang berbeda, Anda akan merasa berbeda. Dan saat Anda merasa berbeda, Anda akan bertindak berbeda. Untuk menjadikan dunia ini pink bagi Anda, caranya mudah saja: Pakailah kacamata berwarna pink.
Memutuskan untuk berubah belumlah cukup. Janganlah berhenti hanya pada niat baik. Akhirilah dengan tindak lanjut. Make a plan and complete what you begin.
Mengembangkan kebiasaan baru selalu perlu upaya. Jangan berhenti hanya karena kendala. Gandhi mengatakan, "effort brings discomfort."
Saat menghadapi kesulitan, ingatlah bahwa itu tidak datang dari nasib buruk atau takdir acak. Nasib tidaklah buruk, dan takdir tidaklah asal-asalan. Andalah yang buta. Bagaimana Anda bisa melihat hari ini, sesuatu yang baru akan terjadi besok?
Jadilah petani miskin, dan katakan: "Itulah hidup."
Saturday, January 06, 2007
Menyimak Kisah Asmara Allah SWT
Syahdan dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa alam semesta ini terlahir sebagai salah satu bentuk nyata dari sifat cinta Allah. Ia memiliki sifat "wujud" dan untuk menunjukkan kewujudan-Nya, maka salah satu isyarahnya Ia menciptakan alam semesta dan seisinya, lalu menaburkan benih-benih cinta di dalamnya. Begitu besar cinta Allah kepada makhluk yang Ia ciptakan, maka tak ada satu pun makhluk di alam ini yang tidak memiliki rasa cinta, hatta binatang buas sekalipun.
Belajar dari itu, sufi besar Rabi'ah al-Adawiyah malah mengaku, kepada setan pun ia tak pernah membenci karena makhluk terkutuk ini bisa dijadikan perantara cinta Rabi'ah kepada Allah. Semakin diganggu oleh setan, semakin besar rasa cintanya kepada Allah. Demikian juga dengan serangkaian kisah-kisah cinta para pecinta dengan Allah. Karena mereka sangat mencintai Allah, maka Ia memenuhi hati mereka dengan cinta atau mahabbah. Mahabbah adalah karunia khusus dari Allah, sementara rahmat Ia sediakan untuk semua makhluk hidup. Sejahat apa pun seseorang, Allah tak akan pernah menghentikan aliran rahman-Nya. Betapa besar cinta-Nya kepada kita semua sehingga begitu kita berbuat salah, Ia akan menunjukkan kita kepada jalan yang benar.
Untuk itulah, maka Allah senantiasa akan bersama mereka, menemani mereka, melangkah bersama mereka, memenuhi seluruh hajat mereka dan selalu siap menerima kalau para pecinta-Nya datang ingin berdialog. Jika suatu saat kelak manusia sudah menjauh dan meninggalkan Allah, maka Ia telah berjanji, "Ya Ayyuhal Ladziina Aamanuu Man Yartaddu Minkum 'An Diinihii Fasaufa Ya'tilLaahu Biqoumin Yuhibbuhum Wa Yuhibbuunahuu. (Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka menintai Allah)." (Al-Ma'idah:54).
Sungguh besar rasa cinta Allah, sampai-sampai Ia berjanji tak akan pernah meninggalkan para kekasih-Nya. Malah dalam banyak firman-Nya, diriwayatkan Ia selalu menanti para kekasih-Nya dalam seluruh daur waktu. Bahkan, pada seperempat malam terakhir, Allah turun ke langit dunia menanti para pecinta-Nya. Kita? Kita tidur lelap seperti bangkai meski gerbang cinta-Nya terbuka lebar dan Allah berharap kita datang kepada-Nya.
Syaikh Imam al-Qusyairy an-Naishabury dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah malah menyebutkan Allah memiliki sifat "ghirah" atau cemburu. Seluruh kebaikan yang ada di alam semesta ini, adalah karena cinta-Nya sehingga karena itu Ia sangat tidak suka alias cemburu kalau ada orang yang berbuat sesuatu dan perbuatan itu melawan cinta alias hanya merusak dan menimbulkan kerusakan. Hadits dari Sayyidah Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori menyebutkan "Maa Ahadun Aghyaru MinalLaahi Ta'alaa, Wa Min ghiirotihi Harromal Fawaahisya Maa Dzahara Minha Wamaa Bathona. (Tidak ada yang lebih pencemburu daripada Allah SWT. Di antara bentuk cemburu-Nya adalah Dia melarang perbuatan keji, baik kekejian yang lahir maupun kekejian yang batin.)" Kalau seorang ibu mencintai anaknya, maka itu murni karena tetesan cinta Allah. Kalau ada seorang ayah banting tulang mencari nafkah untuk keluarga, itu semata karena sibghah cinta Allah. Kalau ada pemimpin sayang kepada rakyatnya, maka itu juga karena siraman cinta Allah. Semakin besar cinta seseorang maka semakin besar pula cinta Allah kepadanya.
Artinya pula, semakin sering kita berbuat durjana, maka semakin tipis rasa cinta kita dan semakin juah kita dari Allah. Semakin membara benci kita kepada sesama, maka semakin tipis pula rasa cinta kita kepada diri kita. Kalau kita tidak mencinta, maka kita telah mendzalimi diri kita sendiri karena dengan demikian pada saat bersamaan kita tengah menabur benih ketidaksukaan orang kepada kita karena tindakan kita.
Cinta akan datang dan pergi. Kalau dipupuk dengan jalan menyayangi dan mengasihi sesama, kaka cinta akan tumbuh dengan subur. Hidup kita akan diselimuti rasa cinta yang memancar dalam semua sikap, pola hidup dan tindakan kita sehari-hari. Cinta adalah dialog dan dialog adalah kedekatan. Cinta adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Baginda Rasul selalu berpendar kegembiraan di wajahnya bila sudah mendekati waktu shalat. Baginya, waktu shalat adalah waktu dialog. Baginya waktu dialog adalah waktu untuk saling berdekatan. Baginda akan selalu berkata kepada sahabatnya, muadzdzin yang dia cintai, Bilal Bin Rabah, "Arihnaa Bishsholaati Ya Bilaal. (Berikan kami dengan shalat wahai Bilal.)"
Bagi kita shalat adalah medium paling formal yang diberikan Allah kepada kita untuk bisa selalu berdialog dengan-Nya, untuk bisa selalu berdekatan dengan-Nya. Shalat yang antara lain berintikan sujud, adalah saat-saat yang paling tepat untuk menghitung diri, seberapa kecil diri ini dan seberapa besar rasa pengharapan dan ketergantungan kita kepada Allah. Menurut Imam Ali Bin Abi Thalib, setelah sekian puluh tahun iblis mengagungkan dan membesarkan Allah, ia lantas mendapatkan laknat tanpa batas dan tiada akhir hanya karena sekali lalai bersujud.
Ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam as. Lalu pernahkah kita meninggalkan shalat, meninggalkan sujud? Kalau dalam sehari kita tidak shalat dzuhur, maka itu artinya sudah delapan kali kita tidak bersujud. Iblis sekali saja tidak bersujud, mendapatkan azab teramat pedih dan menjadi bahan kutukan semua makhluk hidup. Maka bagaimana dengan nasib kita? Berapa kalikah dalam hidup ini kita tidak besujud? Sujud lahir karena cinta. Cinta lahir karena dialog. Cinta lahir karena kedekatan. Apa susahnya bersujud dan apa susahnya mencinta, berdialog dan berdekatan dengan Allah SWT.
Bagitu cemburu-Nya Allah, sampai-sampai Dia tak pernah dan tidak akan pernah berkenan diduakan, dinomorduakan apalagi disekutukan. Ia ingin, cinta kita kepada-Nya bertengger di peringkat domor satu, di atas nama-nama lain yang kita cintai. Bagi-Nya penyekutuan terhadap diri-Nya adalah dosa besar dan sungguh tak terampunkan. Menduakan Allah, dinilai sebagai sebuah pendzaliman diri. Penyekutuan adalah tindakan dzalim yang sangat besar. "Innas Syirka La Dzulmun 'Adzhiim."
Sehingga ketika sahabat karib-Nya, Kholilullah Ibrahim as merasa gentar, Ia bertanya ada apa gerangan sahabat-Ku? "Duhai Tuhanku. Bagaimana hamba tidak gentar dan tidak akan berada dalam kegentaran, sementara Adam as ayahku yang nyata-nyata dahulu dekat dengan-Mu, Kauciptakan dia dengan tangan-Mu dan Kautiupkan sendiri sebagian ruh-Mu kepadanya dan bahkan para malaikat Engkau perintah bersujud kepadanya, tetapi hanya dengan satu pembangkangan, ia Engkau keluarkan dari sisi-Mu." Sambil tersenyum Allah menukas, pembangkangan kekasih atas kekasih adalah berat akibatnya. "Ma'shiyatul Habiib 'Alal Habiib Syadidaah. (Pembangkangan seseorang kekasih kepada kekasihnya adalah berat.)". Semoga kita selalu diselimuti cinta. Cinta kepada Allah, cinta kepada Baginda Rasul dan cinta kepada sesama makhluk hidup. Wallaahu A'lamu Bishsowaab.
Thanks
KH A Hasyim Muzadi
Subscribe to:
Posts (Atom)